Aug 4, 2011

Bertemu Denis.

Minggu sore (31/7), pukul lima belas tiga puluh saya bergegas dari Bogor menuju Jakarta. Tempat yang ditujuh adalah asrama mahasiswa Nabire-Paniai, Salembah Jakarta Pusat. Malam itu rencananya akan diadakan rapat.


Dari Bogor,saya mengunakan bus melalui jalan tol Jagorawi (Jakarta-Bogor-Ciawi). Ongkos karcis sebesar tujuh ribu rupia. Turun di Terminal Bus Kampung Rambutan, Jakarta Timur. Lama perjanan kira-kira selama satu jam tiga puluh menit.


Dari Terminal Kampung rambutan, saya memilih mengunakan Bus Trans Jakarta (bus Way) menujuh Salembah, transit lebih dahulu di UKI Cawang, lalu menganti bus menujuh Salembah. Lama perjalanan kira-kira satu setengah jam lebih. Maklum Jakarta sering macet walau mengunakan bus trans jakrata yang mempunyai jalur khusus.  


Setelah turun di halte Salemba Carolus yang terletak di depan R.S. St. Carolus, saya berjalan memasuki Jalan Selemba Bluntas. Setelah berjalan kaki sebentar akhirnya tiba di rumah bercat warna hijau, rumah nomor C220B. Rumah ini telah dikontrak mahasiswa Nabire-Paniai selama satu tahun dan dijadikan sebagai asrama mahasiswa. Waktu itu, kira-kira pukul delapan belas tiga puluh (stengah tujuh malam), kitika hari suda gelap.


Dari luar terdengar suara gadu di dalam rumah. Ada yang tertawa, ada pulah yang bercerita. Rupanya Mahasiswa Nabire-Paniai akan mengadakan pertemuan. Di depan kontrakan ada tiga orang yang tidak asing lagi bagi saya. Mereka berdiri sambil bercerita. Saya menyapa mereka lalu bersalaman (kipomoti) dengan mereka.


Setelah berbasa-basi sebentar saya masuk ke dalam rumah. Ada banyak orang di dalam. Beberapa dari mereka suda saya kenali, beberapa lainnya tidak saya kenali. Di dekat pintu masuk saya melihat Kak Alfert Pigai dan om Palapianus makay. Di Nabire, kak Alfred Pigai juga tingal di karang barat. Kami biasanya menyabutnya dengan sebutan  kak AP jika menyapanya. Saya bersalaman dengan mereka berdua.


Ketika hendak bersalaman dengan yang lain, tiba-tiba, “Kak Ebi. Bah, sa baru ketemu ni.” Teriak salah satu dari mereka sambil berdiri seraya menghampiri saya.

“Ado, kemarin sa pikir nanti ketemu di Bogor k?” katanya lagi sambil memeluk saya erat-erat.

Dalam kebingungan, saya perhatikan dengan saksama, siapa orang yang sedang beraksi ini. Ternyata ia adalah adik Denis Badii.

“Bah, ko ada di sini. Sunguh. Sayang ah. Sa pu ade ni” balas saya spontan.

“Ko su besar ni” tambah saya lagi.

“Kak AP,lihat, anak kecil ni su besar ni…..” sekali lagi saya berceletuk. Kak AP Cuma tertawa.


Adik Denis Badi adalah adik kampeleks. Di Karang Barat, Nabire, kami bertetanga. Sering ke Kali Nabire sama-sama, membuat pondok natal, main bolah dan lain-lai. Sejak meningalkan Nabire tiga tahun lalu, saya tidak perna bertemu dengannya lagi. Sunguh, senang sekali bisa bertemu dengannya kali ini.


Sebenarnya, Denis suda berada satu tahun di Jakarta. Tapi selama ini, saya belum sempat bertemu dengannya. Entah kenpa, saya tidak tau. Padahal Jakarta dan Bogor jaraknya tidak Jauh. Mungkin karena kami masing-masing sibuk dengan kegiatan sendiri-sendiri. 


Kali ini, saya melihat Denis yang bukan kanak-kanak atau remaja lagi. Ia suda mulai bertumbu menjadi seorang pemuda. Tubuhnya suda tingi, bahkan lebih tingi dari saya. Suaranya terdengar lebihya  lantang. Badannya kekar. Saya pikir ini berupahan yang alami.

Denis bukannya satu-satunya anak Karang Barat yang belum saya temui. Masi banyak juga yang saya belum bisa saya temui. Jhon Ukago, Lasarus Kotouki, Amandus Pigai, Feri Giyai, Andy Pokuai dan masi banyak lagi yang belum sempat saya temua. Di mana pun mereka berada, saya hanya bisa berharp mereka semua sedang bertumbuh secara fisik dan mental spiritual.

Latiha Lagu

Saya dan Denis berceria tentang hal apa saja. Mulai dari hal yang serius dampai dengan hal-hal yang reme-teme sambil sesekali tertewa. Kami sama-sama senang karena masi diijinkan Tuhan untuk berjumpa lagi.


Tidak lama kemudian,kak AP memberi komando. Ia mengajark mahasiswa yang lain untuk memulai latihan paduan suara. Teks lagu pun dibagikan. Saya melihat judul lagu dari teks yang akan mereka gunakan untuk latihan.
“Sunguh heranlah”, sebuah lagu rohani inkulturatif Papua bernuasa suku Danni karya Edmar ukago.


Ah, Judul dan pencipta lagu ini suda tidak asing bagi saya. Etmar Ukago adalah seorang pencipta lagu-lagu Papua yang cukup disegani. Ia tingal di Karang Barat. Ia pendiri Paduan Suara Budaya Papua paroki Kristus Sahabat Kita Nabire (PSBP-KSK). PSBP adalah salah satu paduan suara di Gerja katolik Paroki Kristus Sahabat Kita, Nabire.  

Sewaktu masi SMA, ia sering melatihkan lagu-lagu ciptaannya kepada kami baik melalui PSBP yang ia dirikan atau pun melalui organisasi Mudika KSK (sekarang OMK).  

Tapi sayang, malam itu saya tidak bisa bergabung, bersama-sama dengan mereka untuk berlatih. Saya punya agenda sendiri yang tidak bisa dibatalkan. Tetapi dari  ruanggan lain dirumah itu saya bisa mendegrakan Kak AP tampil sebagai pelatih paduas suarah. Saya merasa bangga mendengarnya.


Ah, macam rindu karang barat k? [EBI]

Artikel Terkait

Bertemu Denis.
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email